UKT Covid, Mahasiswa Menjerit

0

Salah satu dampak pandemi virus Corona (Covid-19) ini adalah kampus dituntut untuk melaksanakan kuliah secara online (daring), sehingga sudah barang tentu kesiapan masing-masing kampus tidak begitu maksimal. Sebab, sebagian besar kampus selain Universitas Terbuka (UT) belum membiasakan sisstem daring dalam menjalankan perkuliahan. Kendati demikian, di tengah pandemi ini, sistem daring bagi kampus adalah suatu hal yang menjadi keniscayaan, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan kuliah tatap muka seperti biasanya.
Disadari atau tidak, hikmah dari pandemi ini adalah sistem pendidikan Indonesia mengalami perkembangan, dari sistem ofline menuju sistem online. Perubahan sistem ini sebenarnya sudah harus dlakukan, karena eranya sudah era digital. Namun, perubahan ini tidak didukung sepenuhnya oleh perangkat yang ada, sehingga ujung-ujungnya mahasiswa yang menjadi korban.
Tidak dapat dipungkuri bahwa banyak sekali mahasiswa yang mengeluh dengan sistem kuliah daring ini. Hal demikian disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: Pertama, banyak dosen yang justru memanfaatkan kuliah daring ini sebagai momentum untuk memberikan tugas yang bertumpuk-tumpuk, sehingga memberatkan mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya mendapatkan pembelajaran sebagaimana mestinya, justru mendapatkan pembelajaran yang tidak semestinya.
Kedua, akses internet untuk mendukung agenda kegiatan belajar mengajar tidak difasilitasi sepenuhnya oleh kampus dan pemerintah. Padahal, mahasiswa sudah menunaikan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sebagaimana yang diketahui bahwa UKT merupakan sistem pembayaran kuliah yang diterapkan oleh seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.  Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa UKT merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Selanjutnya, dalam Pasal ayat (4) dijelaskan bahwa UKT ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah. BKT adalah keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri (Pasal 1 ayat (1)).
Biaya UKT yang dikeluarkan oleh mahasiswa pada dasarnya sudah mengcover seluruh biaya operasional perkuliahan persemester, sehingga di tengah pandemi ini, sudah seharusnya dengan dana UKT tersebut dan dukungan dari kampus yang di bawah tanggungjawab pemerintah mampu memfasilitasi jalannya perkuliah melalui daring. Dengan begitu, tidak ada alasan teknis dari mahasiswa untuk terlambat kuliah atau bahkan tidak masuk kuliah
Namun sangat disayangi, kampus dan pemerintah tidak mampu untuk memfasilitasi jalannya perkuliahan secara daring, sehingga semua kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan kuliah daring dibebankan kepada mahasiswa. Karena itu, tidak heran jika banyak mahasiswa yang menjerit akibat sikap kampus dan pemerintah yang tidak bertangggungjawab ini. Coba bayangkan, di satu sisi mahasiswa harus bayar UKT full dan di sisi lain mahasiswa harus membeli paketan internet dan perangkat yang mendukung untuk melakukan kuliah daring.
Menyoal Inkonsistensi Kemenag          
Jika mengamati pesan yang terkandung dalam Pasal  1 ayat (3) dan (4) Permendikbud Nomor 55 tahun 2013., tentu dapat digarisbawahi bahwa UKT itu ditetapkan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa dan/atau walinya.  Artinya, besaran UKT yang dibebankan kepada mahasiswa menyesuaikan dengan penghasilan mahasiswa dan/atau walinya. Karena itu, di tengah penurunan pendapatan ekonomi mahasiswa dan orang tua wali akibat pandemi Covid-19, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan suatu kebijakan yang berisikan tentang Pengurangan/Diskon UKT/SPP Perguruan Tinggi Keagaman Islam Negeri (PTKIN) Akibat Pandemi Covid-19. Dalam Surat Menteri Agama tanggal 6 April 2020 bernomor B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 dinyatakan bahwa mahasiswa diploma, S1, S2, dan S3 PTKIN mendapatkan diskon 10 persen pada semester ganjil tahun 2020/2021.
Kebijakan tentang pengurangan/diskon UKT yang tertanggal 06 April 2020 ini merupakan langkah yang responsif dan solutif dari Dirjen Pendidikan Islam Kemenag. Namun, sungguh sangat disayangi, kebijkan tersebut hanyalah prank semata, karena setelah kebijakan diskon UKT tersebut muncul, beberapa hari selanjutnya muncul kebijakan yang membatalkan kebijakan diskon UKT tersebut, sehingga tagar #KemenagJagoPHP pun menjadi trending topic di Twitter.
Kebijakan pembatalan diskon UKT termuat dalam surat edaran Dirjen Pendidikan Islam Kemenag yang tertanggal 20 April 2020. Dalam surat pembatalan diskon UKT tersebut dijelaskan bahwa alasan DIrjen Pendidikan Islam Kemenag membatalkan pengurangan UKT adalah karena menimbang Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020  dan Surat Menteri Keuangan Nomor: S-320/MK.02/2020 tentang Lanagkah-Langkah Penyesuaian Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2020 dari Rp 54.970.180.057.000,- menjadi Rp 52.731.560.388.000,-. Dari jumlah tersebut dapat disimpulkan bahwa satuan kerja/program Pendidikan Islam (Pusat dan Daerah/PTKIN) Kementerian Agama dikurangi sebesar Rp 2.020.000.000.000,-.
Kebijakan inkonsistensi Kemenag dengan membatalkan diskon UKT ini sangat mencerminkan ketidakadilan, karena mahasiswa sudah bersusah payah untuk menunaikan kewajibannya untuk membayar UKT, tapi haknya untuk mendapatkan perkuliahan tidak didapatkan sebagaimana mestinya. Karena itu, jika kemenag dan elemen pemerintah lainnya memiliki peri kemanusiaan dan peri keadilan, tentu di tengah pandemi ini mereka akan memberikan kompensasi UKT. Menginggat juga, dampak pandemi ini, pendapatan harian masyarakat mengalami penurunan. Wallahu a’alamu bi al-shawaab
Oleh: Abdurrahman SyafriantoKetua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan HMI Korkom Walisongo Semarang Periode 2018-2019, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan BPL HMI Cabang Semarang

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)