Dimensi Sosial Puasa di Tengah Pandemi

0

Puasa Ramadhan merupakan momentum ibadah yang paling ditunggu-ditunggu oleh seluruh kalangan umat Islam. Sebab, dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa segala amal ibadah di bulan Ramadhan dilipatgandakan pahalanya dan puasa juga merupakan ibadah yang paling spesial di mata Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam salah satu hadis qudsi yang berbunyi:
كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به
 “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Fadhilah puasa Ramadhan sebenarnya tidak hanya bersifat vertikal, yaitu hubungan hamba dengan Tuhannya (habluminnallah), melainkan juga bersifat horizontal, yaitu hubungan antara hamba dengan hamba (hablumminnas). Hal ini dibuktikan dengan tujuan berpuasa yang terdapat di dalam beberapa dalil al-Qur’an dan Hadits.
Di dalam al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan beberapa tujuan dari puasa, yaitu agar kalian bertaqwa (QS al-Baqarah: 183), agar kalian bersyukur (QS al-Baqarah: 185), dan agar mereka bertaqwa (QS al-Baqarah: 187).  Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan berpuasa adalah agar manusia bertakwa dan bersyukur.
Wujud ketakwaan seorang hamba dijelaskan dalam QS al-Baqarah ayat 3 dan 4. Di kedua ayat tersebut disebutkan bahwa wujud takwa itu ada 5 (lima), yaitu beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, berinfak kepada sesama manusia, beriman kepada al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya, dan meyakini adanya hari akhir. Salah satu dari kelima wujud takwa tersebut adalah berinfak kepada sesama manusia. Hal inilah yang menjadi indikator bahwa puasa memiliki dimensi sosial. Selain di dalam al-Quran, di dalam hadistpun dijelaskan bahwa puasa memiliki dimensi sosial, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di dalam hadits tersebut, secara aplikatif dijelaskan bagaimana cara kita berinfak di momentum bulan puasa, sehingga umat Islam berlomba-lomba untuk memberi orang lain berbuka puasa. Selain itu, dimensi sosial puasa adalah orang-orang yang kaya dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi orang miskin yang tidak bisa makan, sehingga diharapkan bahwa rasa syukur dan empati antar sesama muncul dengan wujud konkret. Ganjaran rasa syukur itu dijelaskan di dalam QS Ibrahim ayat 7, bahwa ketika kita bersyukur, maka Allah SWT akan menambah nikmat yang telah diberikan. Begitupun sebaliknya, ketika kita kufur, maka Allah akan memberikan adzab yang sangat pedih.
Puasa Ramadhan di Tengah Pandemi
Nuansa pelaksanaan ibadah puasa pada Ramadhan kali ini berbeda dengan nuansa pelaksanaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan sebelumnya. Sebab, saat ini seluruh penjuru dunia tengah diguncangkan oleh pandemi virus Corona (Covid-19) yang mengakibatkan aktivitas sosial dalam skala besar tidak diperbolehkan, dengan tujuan untuk memutus mata rantai penyebaran virus.
Karena pandemi ini bersamaan dengan bulan Ramadhan, maka muncul pertanyaan, apakah dengan adanya pandemi ini, ibadah amaliah sosial yang biasa dilakukan saat bulan Ramadhan dapat tergugurkan? Sebab, ada satu kaidah yang menyebutkan bahwa mencegah keburukan itu lebih baik daripada mendatangkan manfaat.
Menurut M. Quraish Shihab, Islam adalah agama yang mmberikan banyak alternatif kepada  umatnya untuk senantiasa dapat menjalankan ibadah. Maka, dengan adannya pandemi ini di tengah bulan Ramadhan, bukan menjadi alasan untuk tidak menjalankan ibadah amaliah sosial. Sebab, polanya tidak harus dijalankan seperti amaliah sosial di bulan Ramadhan pada biasanya.
Sebut saja misalnya, buka bersama yang biasa dilakukan ketika bulan Ramadhan sebelumnya, tidak harus dilakukan pada bulan Ramadhan kali ini. Sebab, esensi yang ada di dalam buka bersama adalah berbagi buka puasa dan silaturrahmi, sehingga berbagi buka puasa dapat diwujudkan dengan memberi makan orang-orang yang lebih membutuhkan akibat dampak Covid-19 ini. Kemudian silaturahmi dapat diwujudkan dengan saling mendoakan.
Selanjuutnya, muncul pertanyaan bahwa di tengah pandemi ini, orang-oarang dalam keadaan serentak sama-sama membutuhkan, sehingga apakah dengan alasan tersebut, kita tidak bisa berbagi buka puasa? Jawabannya, jelas bisa. Sebab, Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana cara berbagi di saat lapang. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah berpesan soal memberi.
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً, فَأَكْثِرْ مَاءَهَا, وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ – أَخْرَجَهُمَا مُسْلِمٌ

Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya dan berilah kepada tetanggamu.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 2625]
Maksud dari hadits tersebut adalah ketika kita masak daging, maka perbanyaklah kuahnya, agar jika kita tidak bisa memberi daging yang banyak, daging yang sedikit dan kuahnya yang banyak itu sudah cukup. Pesan moral yang dapat ditarik dari hadiits ini adalah soal solidaritas dan berbagi saat lapang, walau hanya sedikit.
Dalam QS al-Balad ayat 11-14 dijelaskan bahwa gambaran orang yang memberi makan di saat krisis itu adalah jalan mendaki dan sukar. Artinya, begitu mulianya orang yang berbagi di saat lapang sampai diibaratkan seperti orang yang mendaki gunung yang tinggi lagi terjal. Oleh karena itu, momentum bulan Ramadhan yang bersamaan adanya pandemi ini, bukan menjadi alasan bagi umat manusia untuk tidak melakukan ibadah amaliah sosial. Wallahu a’lamu bi al-shawaab
Oleh: Abdurrahman SyafriantoPeneliti di Pondok Pesantren Darul Qalam Monash Institute Semarang, Alumnus Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat.


Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)