Hakikat Liburan bagi Mahasiswa

0

Secara etimologi, kata mahasiswa kerap kali didefinisikan sebagai orang yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa, sehingga paradigma dan sikapnya tentu harus ‘berbeda’. Jika siswa memaknai liburan sebagai momentum bersenang-senang guna menghilangkan rasa jenuh yang disimpannya selama menjalani aktivitas belajar di sekolah, maka seorang mahasiswa tentu memaknai liburan bukan sebagai momentum untuk bersenang-senang guna menghilangkan rasa jenuh, melainkan harus memaknai sebagai momentum untuk menyibukkan diri dengan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan kualitas diri dan bermanfaat bagi orang lain.

Anehnya, fakta empirik di lapangan justru ada mahasiswa yang memiliki paradigma dan sikap seperti seorang siswa yang memaknai liburan sebagai momentum untuk bersenang-senang guna menghilangkan rasa jenuh. Hal demikianlah yang patut dievaluasi oleh orang yang mengaku dirinya mahasiswa.

Bagi mahasiswa yang memilih jalan untuk aktif di organisasi kemahasiswaan atau organisasi yang lain, tentu harus memaksimalkan waktu liburan kuliah dengan kegiatan-kegiatan di organisasi, baik yang bersifat untuk internal maupun ekternal. Dan bagi mahasiswa pada umumnya, tentu juga harus memaksimalkan liburan kuliah sebagai momentum untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Sebab, salah satu amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada masyarkat.

Jika Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini dianggap sebagai instrumen pengabdian kepada masyarakat yang diformalkan, maka pengabdian kepada masyarakat saat liburan kuliah tiba itu merupakan pengabdian kepada masyarakat yang tidak diformalkan. Inilah yang kemudian dinamakan sebagai pengabdian yang sesungguhnya.

Makna Liburan

Secara definitif, kata libur dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) diartikan dengan makna bebas dari bekerja atau masuk sekolah dan jika ditambahkan dengan imbuhan -an, maka maknanya menjadi masa libur. Disadari atau tidak, definisi tersebut dapat mengkonstruksi paradigma manusia. Indikatornya, masyarkat Indonesia pada umumnya memahami bahwa liburan itu adalah masa bebas dari bekerja bagi pekerja dan bagi pelajar adalah bebas dari masuk sekolah.

Jika ditelaah lebih dalam lagi, maka liburan itu identik dengan dua kata, yaitu istirahat dan refreshing. Pasalnya, masa libur dipahami sebagai momentum untuk istirahat dan refreshing. Artinya, bagi para pekerja dan pelajar pada umumnya, masa libur adalah momentum untuk berhenti bekerja dan belajar, sehingga masa itu dimaksimalkan untuk refreshing.

Berkaitan dengan makna liburan, ada beberapa tokoh yang memaknai liburan dengan makna yang tidak seperti kebanyakan orang. Sebut saja misalnya, Emha Ainun Najib dan Dr Mohammad Nasih. Emha Ainun Najib yang akrab dipanggil Cak Nun pernah mengatakan bahwa istirahat  adalah intiqal (berpindah). Istirahat dari kerja bermakna memindahkan konsentrasi, aktivitas fisik, dan pikiran dari dunia kerja ke dunia lain. Berkaca pada pendapat Cak Nun tersebut, dapat disimpulkan bahwa makna liburan itu bukan berarti istirahat untuk kemudian berhenti bekerja dan/atau belajar. Liburan bukan pembenaran untuk bermalas-malasan atau refreshing.

Dr Mohammad Nasih adalah salah satu sosok yang inspiratif, karena dalam hidupnya tidak ada istilah liburan. Ia adalah pengajar, pengusaha, dan sekaligus politisi. Semua pekerjaan tersebut, ia lakukan dengan senang hati dan hati yang senang. Dalam salah satu ungkapannya, ia pernah mengatakan bahwa orang yang punya keinginan untuk liburan itu pada hakikatnya tidak bahagia dengan apa yang dia lakukan. Orang yang bahagia dengan aktivitas kesehariannya, melakukan semua dengan penuh cinta dan takut jika harus libur.

Dalam teori Filsafat, jenis tindakan itu dibagi dua, yaitu tindakan atas dasar ketidaksadaran dan kesadaran. Tindakan ketidaksadaran melahirkan tindakan karena keterpaksaan, sedangkan tindakan kesadaran melahirkan tindakan karena kewajiban, kebutuhan, dan/atau cinta (ikhlas) Artinya, tingkat tertinggi dari suatu tindakan adalah karena cinta. Karena itu, apapun profesi yang dimiliki, marilah lakukan dengan cinta (ikhlas). Dengan demikian,semua akan terasa indah dan menyenangkan.

Oleh: Abdurrahman SyafriantoKetua Bidang Penelitian dan Pengembangan BPL Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang. 

Sumber: Baladena.ID

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)