absyamedia.web.id - Kunjungan Presiden Joko Widodo pada Selasa (23/2/2021) di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus menuai kritik. Hal ini lantaran kunjungan itu memicu terjadinya kasus kerumun Jokowi yang dinilai telah melanggar protokol kesehatan di masa pendemi Covid-19.
Jimly
Asshiddiqie, Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengatakan bahwa seorang
Presiden yang melakukan dugaan tindak pidana seharusnya dilaporkan bukan ke
Bareskrim Polri, tapi di proses DPR, MK dan MPR.
“Presiden itu kepala negara dan kepala pemerintahan. Kalau dia
langgar hukum sudah ada aturannya di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu
diproses di DPR, ke MK dan MPR, bukan ke Polri via peradilan biasa,” kata Jimly
lewat akun twitternya @JimlyAS.
Abdurrahman Syafrianto, Departemen Hukum dan HAM Pimpinan
Wilayah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PW GPII) Jawa Tengah menegaskan bahwa
seharusnya tanpa ada pelaporan, DPR, MK, dan MPR harus segera memproses
Presiden Jokowi, karena ini bukan ranah delik aduan.
“Ketika Presiden Jokowi diduga melakukan tindak pidana, maka
DPR, MK, dan MPR langsung sigap untuk menindaknya. Sebab, ini bukan ranah delik
aduan, sehingga tidak perlu menunggu ada yang melaporkan,” tegas Rahman.
Rahman yang juga mahasiswa pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Negeri Semarang (UNNES),
mengecam kerumunan yang terjadi akibat ulah Presiden Joko Widodo dan mendesak
agar DPR, MK, dan MPR segera menindaklanjutinya.
“Sebagaimana yang
termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum,
sehingga sekalipun Presiden yang melanggar harus tetap diproses secara hukum.
Asaz permasaan di hadapan hukum (equalty before the law) harus tetap
ditegakkan,” pungkas Rahman.
_11zon.jpg)
