Tahun
baru acap kali dirayakan dengan hal-hal yang sifatnya euforia (baca: kesenangan
semu), sehingga esensi tahun baru itu gagal didapatkan. Tahun baru seharusnya
dimaknai sebagai ajang untuk memuhasabah diri. Seberapa banyak amal baik yang
telah dilakukan selama satu tahun belakangan ini? Lebih banyak atau lebih
sedikit jika dibandingkan dengan amal buruk yang secara sadar maupun tidak
telah berlalu selama setahun penuh?
Disadari
atau tidak, seiring pergantian tahun, usia setiap manusia akan makin berkurang.
Namun, kebanyakan manusia tidak menyadari hal itu, yang disadari hanya umur
yang bertambah, sehingga tahun baru lewat begitu saja, tanpa ada upaya
penyelasan dan perbaikan.
Setiap
manusia dianugerahi oleh Tuhan berupa waktu selama 24 jam setiap harinya. Ini
merupakan salah satu wujud keadilan Tuhan kepada setiap manusia sebagai salah
satu makhluk-Nya. Namun di sisi lain, waktu kematian setiap manusia juga sudah
ditentukan oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya:
Ù†َØْÙ†ُ Ù‚َدَّرْÙ†َا بَÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ُ الْÙ…َÙˆْتَ ÙˆَÙ…َا Ù†َØْÙ†ُ بِÙ…َسْبُÙˆْÙ‚ِÙŠْÙ†َۙ
“Kami
telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah.” (QS
al-Waqiah [56]: 60)
Dari
ayat tersebut dapat ditarik benang merah bahwa kematian setiap manusia sudah
ditentukan oleh Allah SWT dan setiap manusia tidak dapat mengelaknya. Karena itu, waktu dan kesempatan untuk hidup
yang dianugerahi oleh Tuhan ini harus dimanfaatkan secara maksimal dengan
hal-hal yang produktif.
Imam
Syafi’i Rahimullah pernah berpesan. “Waktu itu ibarat pedang. Jika engkau tidak
menebasnya maka ialah yang menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di
dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan.” Pesan tersebut mengandung
makna bagaimana pentingnya memanfaatkan waktu yang ada dengan menganalogikan
waktu itu seperti pedang.
Selain
itu, kalimat yang familiar juga berkaitan dengan urgensi memanfaatkan waktu
adalah “Time is money (waktu adalah uang).” Sedemikian berharganya sang waktu, sehingga
apabila tidak dimanfaatkan dengan baik, maka itu artinya sama dengan membuang
uang. Padahal, apa-apa itu butuh uang. Dengan uang, setiap manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, mecukupi kebutuhan hidup keluarganya, dan berbuar
baik dengan tetangganya. Semua bentuk yang dinilai sebagaimana amal ibadah
tersebut dapat terlaksana dengan memiliki uang.
Rasulullah
SAW bersabda, “Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya, yakni
kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhori). Sadar tidak sadar bahwa apa yang
disabdakan oleh Rasulullah SAW tersebut
benar adanya. Sebab, setiap manusia akan mengetahui adanya dua nikmat tersebut,
manakala dua nikmat tersebut sudah dicabut oleh Allah SWT.
Karena itu, ada pesan Rasulullah
SAW yang berbicara soal nikmat juga. Beliau bersabda: “Manfaatkan lima perkara
sebelum datangnya lima perkara, yaitu waktu muda sebelum datangnya tua; Waktu
sehat sebelum datangnya sakit; Waktu kaya sebelum datangnya miskin; Waktu luang
sebelum datangnya sempit; Waktu hidup sebelum datangnya mati.”
Peran
Mahasiswa dalam Mengawal Pergantian Tahun
Dari
tahun ke tahun, perayaan tahun baru diwarnai dengan tajuk trompet, kembang api,
aneka petasan, dan konser-konser. Bahkan
bagi kaum muda yang memiliki pacar, momentum tahun baru dimanfatkan untuk jalan
berduan dan potensi untuk terjadi hal-hal negatif sangat besar.
Perayaan
tahun baru semacam itu sangat memikat antusiasme sebagian besar warga negara
Indonesia. Sebab, inilah potret kultur warga negara Indonesia yang terpengaruh
oleh kebudayaan modern milik Barat atau yang disebut dengan istilah
westernisasi. Sejak awal Nurcholis
Madjid sudah mewanti-wanti hal itu dengan pemikirannya. Ia mengatakan bahwa
modernisasi adalah rasionalisasi bukan westernisasi,
modernisasi itu identik dengan rasionalisasi yang berarti suatu perombakan pola
pikir dan tata kerja yang tidak rasional digantikan dengan yang lebih
rasional. Tujuannya adalah untuk
memperoleh daya guna dan efesiensi yang maksimal.
Kondisi
perayaan tahun baru ini harus dijadikan sebagai otokritik, agar sadar dan
melakukan sebuah perubahan. Mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat yang
sudah tercerdaskan, diyakini mampu sebagai penggerak perubuhan. Sebab, salah
satu peran mahasiswa adalah sebagai agen of change (agen perubahan) dan sejarah
telah mecatat bagaimana perjuangan mahasiswa dalam mengubah bangsa ini yang
awalnya dijajah hingga kemudian merdeka. Tentu catatan sejarah tersebut dapat
menjadi legitimasi bahwa mahasiswa mampu mengubah kultur perayaan tahun baru
yang un-faedah yang diyakini menjadi salah faktor penyebab peradaban
Indonesia belum maju-maju.
Perayaan
tahun baru harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi bahan untuk
mengevaluasi diri dan tentunya mengevalusi kinerja bangsa ini. Sebut saja misalnya dengan mengadakan agenda
refleksi keutaman dan kebangsaan. Dengan
begitu, perayaan tahun baru dapat dijadikan sebagai refleksi untuk perbaikan
umat dan bangsa. Wallahu
a’lam bi al-shawaab
Oleh: Abdurrahman Syafrianto, Wasekum Bidang Pengembangan Training Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Semarang 2018-2019 dan Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah FSH UIN Walisongo
Sumber: Baladena.ID
_11zon.jpg)
